Thursday, March 15, 2018


Salah satu fungsi publisitas yaitu: Sebagai kegiatan dalam dunia politik dikenal salah satunya adalah publisitas politik. Publisitas ini merupakan upaya mempopulerkan diri kandidat atau institusi partai yang akan bertarung dalam pemilu. Yang diberitakan/menginformasikannya mellalui mediamassa. Ada empat bentuk publisitas yang dikenal dalam khazanah komunikasi politik.
Pertama, dikenal sebagai pure publicity yakni mempopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial yang natural atau apa adanya. Misalnya saja, bulan Ramadhan dan Idul Fitri merupakan siklus aktivitas tahunan sehingga menjadi realitas yang apa adanya. Kandidat/seseorang, organisasi bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memasarkan dirinya. Misalnya dengan mengucapkan “Selamat Menjalani Bulan Ramadhan” atau “Selamat hari Raya idul fitri” dengan embel-embel nama atau photo kandidat. Semakin banyak jenis bentuk pure publicity yang siarkan di media massa, maka akan semakin populer sesorang atau organisasi tersebut.
Kedua, free ride publicity yakni publisitas dengan cara memanfaatkan akses atau menunggangi pihak lain untuk turut mempopulerkan diri. Misalnya saja dengan tampil menjadi pembicara di sebuah forum yang diselenggarakan pihak lain, menjadi sponsor gerakan anti narkoba, turut berpartisipasi dalam pertandingan olahraga di sebuah daerah kantung pemilih dan lain-lain. Ketiga, tie-in publicity yakni dengan memanfaatkan extra ordinary news (kejadian sangat luat biasa). Misalnya saja peristiwa tsunami, gempa bumi atau banjir bandang. Kandidat dapat mencitrakan diri sebagai orang atau partai yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi sehingga imbasnya memperoleh simpati khalayak. Sebuah peristiwa luar biasa, dengan sendirinya memikat media untuk meliput. Sehingga partisipasi dalam peristiwa semacam itu, sangat menguntungkan kandidat. Keempat, paid publicity sebagai cara mempopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program di media massa. Misalnya, pemasangan advertorial, Iklan spot, iklan kolom, display atau pun juga blocking time program di media massa. Secara sederhananya dengan menyediakan anggaran khusus untuk belanja media.
Fungsi publisitas tidak lepas dari fungsi komunikasi massa. Sejumlah upaya mencoba mensistimasisasikan fungsi utama komunikasi massa, yang pada mulanya dimulai oleh Lasswell (1948) yang memberikan ringkasan/kesimpulan mengenai fungsi dasar komunikasi sebagai berikut: pengawasan lingkungan; pertalian (korelasi) bagian-bagian masyarakat dalam memberikan respon terhadap lingkungannya; transmisi warisan budaya. Fungsi pengawasan sosial merujuk pada upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang obyektif mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Fungsi korelasi sosial merujuk pada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya atau antara satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai konsensus. Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
Sasa Sendjaja (2003), memberikan ilustrasi tentang fungsi komunikasi massa dari Lasswell sebagai berikut:
Kita ambil contoh pemberitaan tentang “konflik” yang sekarang sangat dominan dikemukakan oleh berbagai media elektrolit maupun media cetak. Pemberitaan konflik yang terjadi, menurut fungsi pengawasan sosial, seharusnya ditujukan agar masyarakat waspada dan mencegah agar konflik tersebut tidak meluas. Penyajian opini dari elit-elit atau kelompok-kelompok yang bertikai, menurut fungsi kaorelasi sosial, seharusnya dikorelasikan dengan opini-opini dari berbagai kalangan masyarakat lainnya. Ini berarti, isi pemberitaan jangan hanya menyajikan pandangan dari pihak-pihak yang bertengkar saja. Pandangan-pandangan dari berbagai kalangan masyarakat baik yang berasal dari lapisan atas, menengah atau kalangan masyarakat bawah, perlu disajikan secara eksplisit termasuk dampak konflik terhadap kondisi kehidupan nyata sehari-hari. Tujuannya mencapai konsensus agar konflik dapat segera berakhir karena yang akan menjadi nkorban adalah masyarakat. Sementara itu, media massa juga seharusnya menjalankan fungsi sosialisasi. Pesan utama yang perlu disosialisasikan dalam konteks konflik yang terjadi sekarang ini adalah perlunya menjaga integrasi bangsa. Pesan-pesan lainnya yang relevan disosialisaikan antara lain adalah toleransi dan apresiasi terhadap perbedaan pandangan, perlunya menegakkan supremasi hukum, serta anti segala bentuk tindakan kekerasan.
Charles Robert Wright (1960) menambahkan fungsi entertainment (hiburan) dalam fungsi komunikasi massa. Jay Black dan frederick C, Whitney (1988) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai:
a.      to inform (menginformasikan),
b.     to entertaint (memberi hiburan),
c.      to persuade (membujuk), dan
d.     transmission of the culture (transmisi budaya). 

John Vivian dalam bukunya The Media of Mass Communication (1991) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai:
a.      providing information,
b.     providing entertainment,
c.      helping to persuade, dan
d.     contributing to social cohesion (mendorong kohesi sosial).
Joseph R. Dominick dalam bukunya The Dynamics of Mass Communication (1981) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai berikut:
a.      surveillance (pengawasan),
b.     interpretation (interpretasi),
c.      linkage (hubungan),
d.     socialitation (sosialisasi), dan
e.      entertainment (hiburan) (lihat Nurudin, 2003).
Sedangkan Onong Uchjana Effendy (1994) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai berikut:
a.      menyampaikan informasi (to inform),
b.     mendidik (to educate),
c.      menghibur (to entertain), dan
d.     mempengaruhi (to influence).



Salah satu fungsi publisitas yaitu: Sebagai kegiatan dalam dunia politik dikenal salah satunya adalah publisitas politik. Publisitas ini merupakan upaya mempopulerkan diri kandidat atau institusi partai yang akan bertarung dalam pemilu. Yang diberitakan/menginformasikannya mellalui mediamassa. Ada empat bentuk publisitas yang dikenal dalam khazanah komunikasi politik.
Pertama, dikenal sebagai pure publicity yakni mempopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial yang natural atau apa adanya. Misalnya saja, bulan Ramadhan dan Idul Fitri merupakan siklus aktivitas tahunan sehingga menjadi realitas yang apa adanya. Kandidat/seseorang, organisasi bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memasarkan dirinya. Misalnya dengan mengucapkan “Selamat Menjalani Bulan Ramadhan” atau “Selamat hari Raya idul fitri” dengan embel-embel nama atau photo kandidat. Semakin banyak jenis bentuk pure publicity yang siarkan di media massa, maka akan semakin populer sesorang atau organisasi tersebut.
Kedua, free ride publicity yakni publisitas dengan cara memanfaatkan akses atau menunggangi pihak lain untuk turut mempopulerkan diri. Misalnya saja dengan tampil menjadi pembicara di sebuah forum yang diselenggarakan pihak lain, menjadi sponsor gerakan anti narkoba, turut berpartisipasi dalam pertandingan olahraga di sebuah daerah kantung pemilih dan lain-lain. Ketiga, tie-in publicity yakni dengan memanfaatkan extra ordinary news (kejadian sangat luat biasa). Misalnya saja peristiwa tsunami, gempa bumi atau banjir bandang. Kandidat dapat mencitrakan diri sebagai orang atau partai yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi sehingga imbasnya memperoleh simpati khalayak. Sebuah peristiwa luar biasa, dengan sendirinya memikat media untuk meliput. Sehingga partisipasi dalam peristiwa semacam itu, sangat menguntungkan kandidat. Keempat, paid publicity sebagai cara mempopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program di media massa. Misalnya, pemasangan advertorial, Iklan spot, iklan kolom, display atau pun juga blocking time program di media massa. Secara sederhananya dengan menyediakan anggaran khusus untuk belanja media.
Fungsi publisitas tidak lepas dari fungsi komunikasi massa. Sejumlah upaya mencoba mensistimasisasikan fungsi utama komunikasi massa, yang pada mulanya dimulai oleh Lasswell (1948) yang memberikan ringkasan/kesimpulan mengenai fungsi dasar komunikasi sebagai berikut: pengawasan lingkungan; pertalian (korelasi) bagian-bagian masyarakat dalam memberikan respon terhadap lingkungannya; transmisi warisan budaya. Fungsi pengawasan sosial merujuk pada upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang obyektif mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Fungsi korelasi sosial merujuk pada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya atau antara satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai konsensus. Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
Sasa Sendjaja (2003), memberikan ilustrasi tentang fungsi komunikasi massa dari Lasswell sebagai berikut:
Kita ambil contoh pemberitaan tentang “konflik” yang sekarang sangat dominan dikemukakan oleh berbagai media elektrolit maupun media cetak. Pemberitaan konflik yang terjadi, menurut fungsi pengawasan sosial, seharusnya ditujukan agar masyarakat waspada dan mencegah agar konflik tersebut tidak meluas. Penyajian opini dari elit-elit atau kelompok-kelompok yang bertikai, menurut fungsi kaorelasi sosial, seharusnya dikorelasikan dengan opini-opini dari berbagai kalangan masyarakat lainnya. Ini berarti, isi pemberitaan jangan hanya menyajikan pandangan dari pihak-pihak yang bertengkar saja. Pandangan-pandangan dari berbagai kalangan masyarakat baik yang berasal dari lapisan atas, menengah atau kalangan masyarakat bawah, perlu disajikan secara eksplisit termasuk dampak konflik terhadap kondisi kehidupan nyata sehari-hari. Tujuannya mencapai konsensus agar konflik dapat segera berakhir karena yang akan menjadi nkorban adalah masyarakat. Sementara itu, media massa juga seharusnya menjalankan fungsi sosialisasi. Pesan utama yang perlu disosialisasikan dalam konteks konflik yang terjadi sekarang ini adalah perlunya menjaga integrasi bangsa. Pesan-pesan lainnya yang relevan disosialisaikan antara lain adalah toleransi dan apresiasi terhadap perbedaan pandangan, perlunya menegakkan supremasi hukum, serta anti segala bentuk tindakan kekerasan.
Charles Robert Wright (1960) menambahkan fungsi entertainment (hiburan) dalam fungsi komunikasi massa. Jay Black dan frederick C, Whitney (1988) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai:
a.      to inform (menginformasikan),
b.     to entertaint (memberi hiburan),
c.      to persuade (membujuk), dan
d.     transmission of the culture (transmisi budaya). 

John Vivian dalam bukunya The Media of Mass Communication (1991) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai:
a.      providing information,
b.     providing entertainment,
c.      helping to persuade, dan
d.     contributing to social cohesion (mendorong kohesi sosial).
Joseph R. Dominick dalam bukunya The Dynamics of Mass Communication (1981) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai berikut:
a.      surveillance (pengawasan),
b.     interpretation (interpretasi),
c.      linkage (hubungan),
d.     socialitation (sosialisasi), dan
e.      entertainment (hiburan) (lihat Nurudin, 2003).
Sedangkan Onong Uchjana Effendy (1994) mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai berikut:
a.      menyampaikan informasi (to inform),
b.     mendidik (to educate),
c.      menghibur (to entertain), dan
d.     mempengaruhi (to influence).



0 komentar:

Post a Comment

Silahkan berkomentar yang santun

Comments

Popular Posts

Powered by Blogger.