Salah satu fungsi publisitas yaitu: Sebagai kegiatan dalam dunia
politik dikenal salah satunya adalah publisitas politik. Publisitas ini
merupakan upaya mempopulerkan diri kandidat atau institusi partai yang akan
bertarung dalam pemilu. Yang diberitakan/menginformasikannya mellalui
mediamassa. Ada empat bentuk publisitas yang dikenal dalam khazanah
komunikasi politik.
Pertama, dikenal sebagai pure publicity yakni
mempopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial yang
natural atau apa adanya. Misalnya saja, bulan Ramadhan dan Idul Fitri merupakan
siklus aktivitas tahunan sehingga menjadi realitas yang apa adanya.
Kandidat/seseorang, organisasi bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk
memasarkan dirinya. Misalnya dengan mengucapkan “Selamat Menjalani Bulan
Ramadhan” atau “Selamat hari Raya idul fitri” dengan embel-embel nama atau
photo kandidat. Semakin banyak jenis bentuk pure publicity yang
siarkan di media massa, maka akan semakin populer sesorang atau organisasi
tersebut.
Kedua, free ride publicity yakni publisitas dengan cara
memanfaatkan akses atau menunggangi pihak lain untuk turut mempopulerkan diri.
Misalnya saja dengan tampil menjadi pembicara di sebuah forum yang
diselenggarakan pihak lain, menjadi sponsor gerakan anti narkoba, turut
berpartisipasi dalam pertandingan olahraga di sebuah daerah kantung pemilih dan
lain-lain. Ketiga, tie-in publicity yakni dengan
memanfaatkan extra ordinary news (kejadian sangat luat biasa). Misalnya saja
peristiwa tsunami, gempa bumi atau banjir bandang. Kandidat dapat mencitrakan
diri sebagai orang atau partai yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi
sehingga imbasnya memperoleh simpati khalayak. Sebuah peristiwa luar biasa, dengan
sendirinya memikat media untuk meliput. Sehingga partisipasi dalam peristiwa
semacam itu, sangat menguntungkan kandidat. Keempat, paid publicity sebagai
cara mempopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program di media massa.
Misalnya, pemasangan advertorial, Iklan spot, iklan kolom, display atau pun
juga blocking time program di media massa. Secara sederhananya dengan
menyediakan anggaran khusus untuk belanja media.
Fungsi publisitas tidak lepas dari fungsi komunikasi massa.
Sejumlah upaya mencoba mensistimasisasikan fungsi utama komunikasi massa, yang
pada mulanya dimulai oleh Lasswell (1948) yang memberikan ringkasan/kesimpulan
mengenai fungsi dasar komunikasi sebagai berikut: pengawasan lingkungan;
pertalian (korelasi) bagian-bagian masyarakat dalam memberikan respon terhadap
lingkungannya; transmisi warisan budaya. Fungsi pengawasan sosial merujuk pada
upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang obyektif mengenai berbagai
peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan
kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Fungsi
korelasi sosial merujuk pada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang
menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya atau antara
satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai konsensus.
Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi
ke generasi lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
Sasa Sendjaja (2003), memberikan ilustrasi tentang fungsi komunikasi massa dari Lasswell sebagai berikut:
Kita ambil contoh pemberitaan tentang “konflik” yang sekarang
sangat dominan dikemukakan oleh berbagai media elektrolit maupun media cetak.
Pemberitaan konflik yang terjadi, menurut fungsi pengawasan sosial, seharusnya
ditujukan agar masyarakat waspada dan mencegah agar konflik tersebut tidak
meluas. Penyajian opini dari elit-elit atau kelompok-kelompok yang bertikai,
menurut fungsi kaorelasi sosial, seharusnya dikorelasikan dengan opini-opini
dari berbagai kalangan masyarakat lainnya. Ini berarti, isi pemberitaan jangan
hanya menyajikan pandangan dari pihak-pihak yang bertengkar saja.
Pandangan-pandangan dari berbagai kalangan masyarakat baik yang berasal dari
lapisan atas, menengah atau kalangan masyarakat bawah, perlu disajikan secara
eksplisit termasuk dampak konflik terhadap kondisi kehidupan nyata sehari-hari.
Tujuannya mencapai konsensus agar konflik dapat segera berakhir karena yang
akan menjadi nkorban adalah masyarakat. Sementara itu, media massa juga seharusnya
menjalankan fungsi sosialisasi. Pesan
utama yang perlu disosialisasikan dalam konteks konflik yang terjadi sekarang
ini adalah perlunya menjaga integrasi bangsa. Pesan-pesan lainnya yang relevan
disosialisaikan antara lain adalah toleransi dan apresiasi terhadap perbedaan
pandangan, perlunya menegakkan supremasi hukum, serta anti segala bentuk
tindakan kekerasan.
Charles Robert Wright (1960) menambahkan fungsi entertainment (hiburan)
dalam fungsi komunikasi massa. Jay Black dan frederick C, Whitney (1988)
mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai:
a. to inform (menginformasikan),
b. to entertaint (memberi hiburan),
c. to persuade (membujuk), dan
d. transmission of the culture (transmisi budaya).
John Vivian dalam
bukunya The Media of Mass Communication (1991)
mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai:
a. providing information,
b. providing entertainment,
c. helping to persuade, dan
d. contributing to social cohesion (mendorong
kohesi sosial).
Joseph R. Dominick dalam bukunya The Dynamics of Mass Communication (1981) mendefinisikan fungsi komunikasi
massa sebagai berikut:
a. surveillance (pengawasan),
b. interpretation (interpretasi),
c. linkage (hubungan),
d. socialitation (sosialisasi), dan
e. entertainment (hiburan) (lihat Nurudin, 2003).
Sedangkan Onong Uchjana Effendy (1994) mendefinisikan fungsi
komunikasi massa sebagai berikut:
a. menyampaikan informasi (to inform),
b. mendidik (to educate),
c. menghibur (to entertain), dan
d. mempengaruhi (to influence).
Salah satu fungsi publisitas yaitu: Sebagai kegiatan dalam dunia
politik dikenal salah satunya adalah publisitas politik. Publisitas ini
merupakan upaya mempopulerkan diri kandidat atau institusi partai yang akan
bertarung dalam pemilu. Yang diberitakan/menginformasikannya mellalui
mediamassa. Ada empat bentuk publisitas yang dikenal dalam khazanah
komunikasi politik.
Pertama, dikenal sebagai pure publicity yakni
mempopulerkan diri melalui aktivitas masyarakat dengan setting sosial yang
natural atau apa adanya. Misalnya saja, bulan Ramadhan dan Idul Fitri merupakan
siklus aktivitas tahunan sehingga menjadi realitas yang apa adanya.
Kandidat/seseorang, organisasi bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk
memasarkan dirinya. Misalnya dengan mengucapkan “Selamat Menjalani Bulan
Ramadhan” atau “Selamat hari Raya idul fitri” dengan embel-embel nama atau
photo kandidat. Semakin banyak jenis bentuk pure publicity yang
siarkan di media massa, maka akan semakin populer sesorang atau organisasi
tersebut.
Kedua, free ride publicity yakni publisitas dengan cara
memanfaatkan akses atau menunggangi pihak lain untuk turut mempopulerkan diri.
Misalnya saja dengan tampil menjadi pembicara di sebuah forum yang
diselenggarakan pihak lain, menjadi sponsor gerakan anti narkoba, turut
berpartisipasi dalam pertandingan olahraga di sebuah daerah kantung pemilih dan
lain-lain. Ketiga, tie-in publicity yakni dengan
memanfaatkan extra ordinary news (kejadian sangat luat biasa). Misalnya saja
peristiwa tsunami, gempa bumi atau banjir bandang. Kandidat dapat mencitrakan
diri sebagai orang atau partai yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi
sehingga imbasnya memperoleh simpati khalayak. Sebuah peristiwa luar biasa, dengan
sendirinya memikat media untuk meliput. Sehingga partisipasi dalam peristiwa
semacam itu, sangat menguntungkan kandidat. Keempat, paid publicity sebagai
cara mempopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program di media massa.
Misalnya, pemasangan advertorial, Iklan spot, iklan kolom, display atau pun
juga blocking time program di media massa. Secara sederhananya dengan
menyediakan anggaran khusus untuk belanja media.
Fungsi publisitas tidak lepas dari fungsi komunikasi massa.
Sejumlah upaya mencoba mensistimasisasikan fungsi utama komunikasi massa, yang
pada mulanya dimulai oleh Lasswell (1948) yang memberikan ringkasan/kesimpulan
mengenai fungsi dasar komunikasi sebagai berikut: pengawasan lingkungan;
pertalian (korelasi) bagian-bagian masyarakat dalam memberikan respon terhadap
lingkungannya; transmisi warisan budaya. Fungsi pengawasan sosial merujuk pada
upaya penyebaran informasi dan interpretasi yang obyektif mengenai berbagai
peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan
kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Fungsi
korelasi sosial merujuk pada upaya pemberian interpretasi dan informasi yang
menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya atau antara
satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai konsensus.
Fungsi sosialisasi merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi
ke generasi lainnya, atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
Sasa Sendjaja (2003), memberikan ilustrasi tentang fungsi komunikasi massa dari Lasswell sebagai berikut:
Kita ambil contoh pemberitaan tentang “konflik” yang sekarang
sangat dominan dikemukakan oleh berbagai media elektrolit maupun media cetak.
Pemberitaan konflik yang terjadi, menurut fungsi pengawasan sosial, seharusnya
ditujukan agar masyarakat waspada dan mencegah agar konflik tersebut tidak
meluas. Penyajian opini dari elit-elit atau kelompok-kelompok yang bertikai,
menurut fungsi kaorelasi sosial, seharusnya dikorelasikan dengan opini-opini
dari berbagai kalangan masyarakat lainnya. Ini berarti, isi pemberitaan jangan
hanya menyajikan pandangan dari pihak-pihak yang bertengkar saja.
Pandangan-pandangan dari berbagai kalangan masyarakat baik yang berasal dari
lapisan atas, menengah atau kalangan masyarakat bawah, perlu disajikan secara
eksplisit termasuk dampak konflik terhadap kondisi kehidupan nyata sehari-hari.
Tujuannya mencapai konsensus agar konflik dapat segera berakhir karena yang
akan menjadi nkorban adalah masyarakat. Sementara itu, media massa juga seharusnya
menjalankan fungsi sosialisasi. Pesan
utama yang perlu disosialisasikan dalam konteks konflik yang terjadi sekarang
ini adalah perlunya menjaga integrasi bangsa. Pesan-pesan lainnya yang relevan
disosialisaikan antara lain adalah toleransi dan apresiasi terhadap perbedaan
pandangan, perlunya menegakkan supremasi hukum, serta anti segala bentuk
tindakan kekerasan.
Charles Robert Wright (1960) menambahkan fungsi entertainment (hiburan)
dalam fungsi komunikasi massa. Jay Black dan frederick C, Whitney (1988)
mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai:
a. to inform (menginformasikan),
b. to entertaint (memberi hiburan),
c. to persuade (membujuk), dan
d. transmission of the culture (transmisi budaya).
John Vivian dalam
bukunya The Media of Mass Communication (1991)
mendefinisikan fungsi komunikasi massa sebagai:
a. providing information,
b. providing entertainment,
c. helping to persuade, dan
d. contributing to social cohesion (mendorong
kohesi sosial).
Joseph R. Dominick dalam bukunya The Dynamics of Mass Communication (1981) mendefinisikan fungsi komunikasi
massa sebagai berikut:
a. surveillance (pengawasan),
b. interpretation (interpretasi),
c. linkage (hubungan),
d. socialitation (sosialisasi), dan
e. entertainment (hiburan) (lihat Nurudin, 2003).
Sedangkan Onong Uchjana Effendy (1994) mendefinisikan fungsi
komunikasi massa sebagai berikut:
a. menyampaikan informasi (to inform),
b. mendidik (to educate),
c. menghibur (to entertain), dan
d. mempengaruhi (to influence).
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan berkomentar yang santun